
Oleh: Viktor Datuan Batara (Pensiunan Polri, mantan Kapolres Tana Toraja, mantan Wakil Bupati Tana Toraja) dan Serli Napitu dari Inggeris ( Pemerhati Sosial dan Kemanusiaan)
TORAJA, RESTORASITV.COM – Kompol Cosmas Kaju Kae, namamu pernah harum di medan tempur. Darahmu pernah menetes di tanah Papua, saat peluru asing menembus tubuhmu demi Merah Putih. Keringatmu bercampur dengan tanah, airmatamu menyatu dengan deru mesiu.
Namun hari ini, kau bukan lagi pahlawan di mata negeri, kau hanya dijadikan kambing hitam atas luka yang bukan kau sengaja.
Di jalanan genting itu, kau tak berniat mencabut nyawa. Situasi mendesak, amukan massa memaksa langkahmu. Satu tubuh ojol jadi korban, dan seketika semua budi baikmu lenyap ditelan riuh tudingan.
Negara yang pernah kau jaga, kini melupakanmu. Negara yang pernah kau dekap, kini menghapus jejak jasamu.
Luka tembak yang pernah jadi saksi pengorbananmu, kini seperti cerita usang yang tak lagi dibaca.
“Engkau bukan penjahat, Cosmos………..” sebut Viktor Datuan Batara, mantan Kapolres Tana Toraja. Engkau hanyalah korban dari ketamakan oknum yang bersembunyi di balik kursi empuk kekuasaan.
“Air matamu jatuh, bukan karena takut,
tetapi karena pengkhianatan negeri yang pernah kau lindungi. Dan di antara retak nurani, hanya Tuhan Yesus yang setia berdiri di sisimu, menjadi saksi bahwa hatimu tak pernah berniat menodai hidup orang lain,” tambah mantan Wakil Bupati Tana Toraja, Viktor Datuan Batara.
Cosmos……..engkau mungkin dijatuhkan,
namun sejarah kelak akan menuliskan,
bahwa engkau pernah berkorban, dan engkau hanya tersandung oleh kezaliman yang tak pernah adil.
# Surat Terbuka untuk Presiden Prabowo
Dengan hormat,
Perkenankan saya, Serli Napitu, seorang putri Indonesia yang kini berdomisili di Inggris, menyampaikan suara hati saya kepada Bapak Presiden melalui surat terbuka ini. Saya menulis bukan atas nama partai atau organisasi tertentu, melainkan sebagai rakyat Indonesia yang mencintai keadilan, kemanusiaan, dan kebenaran.
Surat ini lahir dari rasa keprihatinan saya yang mendalam atas perlakuan yang diterima oleh salah satu putra bangsa, Kompol Cosmas Kaju Kae, yang diberhentikan secara tidak hormat oleh institusi kepolisian. Sebuah keputusan yang, menurut pandangan saya sebagai pegiat sosial dan kemanusiaan, tidak mencerminkan rasa keadilan yang seharusnya ditegakkan oleh negara kita tercinta.
Saya tidak membenarkan hilangnya nyawa almarhum Affan Kurniawan, setiap nyawa rakyat Indonesia sangatlah berharga. Namun izinkan saya menyampaikan beberapa hal penting yang kiranya layak dipertimbangkan Bapak Presiden dan para anggota DPR RI
#Kompol Cosmas Kaju Kae tidak melakukan pembunuhan berencana.
Ia berada dalam situasi tidak kondusif, sebuah kondisi darurat dan dilematis, di mana keputusan harus diambil secara cepat demi mengendalikan kerusuhan. Tindakan yang Cosmos ambil bukanlah bagian dari rencana kejahatan, melainkan reaksi dalam tekanan ekstrem demi menjaga keamanan.
Pemicu kerusuhan nasional bukan tindakan Kompol Cosmos, melainkan keputusan elite politik yang menyakiti rasa keadilan rakyat.
Kenaikan gaji DPR RI sebesar Rp3 juta per hari dan tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan adalah akar kemarahan publik yang menyulut demonstrasi besar-besaran di berbagai wilayah Indonesia.
Rakyat yang masih hidup dalam kemiskinan menyaksikan elite politik menumpuk fasilitas mewah.
Kebijakan tidak sensitif inilah yang menyulut amarah kolektif rakyat, dan pada akhirnya, aparat kepolisian seperti Kompol Cosmos dipaksa menghadapi gejolak sosial yang seharusnya dicegah oleh pemimpin sipil.
Kompol Cosmos bukan provokator. Ia hanya menjalankan tugas di tengah badai yang dipicu oleh keputusan politik di atasnya.
Mari kita jujur dan berani menyebut akar persoalan ini: Yang bertanggung jawab atas kematian Affan Kurniawan bukan Kompol Cosmos, tetapi para pengambil kebijakan di DPR RI. Tanpa keputusan yang tidak bijak dari DPR, demonstrasi itu tidak akan terjadi. Maka darah Affan adalah luka bangsa yang tidak bisa dicuci hanya dengan menghukum aparat di lapangan.
#Pemberhentian Tidak Hormat terhadap Kompol Cosmas adalah bentuk ketidakadilan struktural.
Keputusan ini tampak seperti pengorbanan simbolis, sebuah manuver politik untuk meredakan tekanan publik. Padahal yang ia lakukan adalah bagian dari tugasnya, di tengah kekacauan yang bukan ia ciptakan.
Kompol Cosmas dijadikan kambing hitam, bukan karena keadilan harus ditegakkan, tapi karena negara mencari siapa yang bisa dikorbankan demi menyelamatkan citra.
#Kepolisian adalah bagian dari rakyat.
Mari kita jangan lupa: Polisi juga rakyat Indonesia. Di balik seragam mereka, mereka adalah ayah, suami, anak bangsa. Jika seorang perwira dengan rekam jejak panjang dalam pengabdian bisa dipecat tanpa kehormatan karena menjalankan tugasnya, bagaimana dengan ratusan, ribuan anggota Polri lain?
Apakah negara hanya hadir ketika mereka bersalah? Di mana negara saat mereka disalahkan oleh situasi yang tidak mereka ciptakan?
#Keseimbangan perhatian negara terhadap kedua keluarga korban sangat diperlukan.
Rakyat menyaksikan bagaimana negara memberikan empati penuh kepada keluarga almarhum Affan Kurniawan
Presiden Prabowo Subianto, Ibu Puan Maharani, dan sejumlah pejabat tinggi negara datang langsung memberikan penghormatan.
Bapak Maruar Sirait, Menteri Perumahan dan Permukiman,menyerahkan sebuah rumah kepada keluarga almarhum.
Pemerintah juga memberikan beasiswa pendidikan untuk saudara almarhum.
Saya sangat menghargai semua bentuk bantuan ini, itu adalah wujud empati yang baik. Tapi mengapa harus menunggu ada korban jiwa baru negara hadir?
Bagaimana dengan jutaan Affan Kurniawan lain di luar sana, anak muda Indonesia yang hidup dalam kemiskinan, tapi belum dilihat oleh negara? Apakah mereka juga harus gugur lebih dulu untuk mendapatkan perhatian?
Sebaliknya, keluarga Kompol Cosmas justru kehilangan masa depan. Mereka tidak hanya kehilangan sosok ayah dan suami sebagai tulang punggung, tapi juga dihukum oleh sistem yang seharusnya melindungi mereka. Di mana negara bagi mereka?
Bapak Presiden RI, Prabowo Subianto,
Keadilan tidak boleh dijalankan demi meredam kemarahan. Keadilan tidak boleh tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Jika Kompol Cosmas memang bersalah, hukumlah dengan adil dan proporsional. Jangan biarkan rasa keadilan rakyat mati karena politik pencitraan.
Jika keputusan ini tidak ditinjau ulang, saya sebagai putri Indonesia yang mencintai keadilan, akan membawa suara ini ke forum-forum Internasional, Vatikan dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, bukan untuk mempermalukan Indonesia, tapi untuk menyelamatkan martabat keadilan bangsa yang kita cintai ini.
#Himbauan Kepada Rakyat Indonesia
Hai rakyat Indonesia,” Jangan biarkan ada lagi rakyat Indonesia menjadi korban seperti Kompol Cosmas Kaju Kae. Beliau bukan penjahat, bukan koruptor, bukan pembunuh berencana. Beliau adalah korban dari kecurangan dan kegagalan politik bangsa kita sendiri.
Mari kita buka mata, buka hati, dan jangan biarkan negara ini menindas anak-anaknya yang telah mengabdi. Kompol Cosmas juga rakyat Indonesia. Mari bersuara untuk keadilan, bukan hanya untuk satu pihak, tapi untuk semua yang terluka, baik yang viral maupun yang diam dalam kesedihan.
Saya juga mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk mendoakan Almarhum Affan Kurniawan, semoga Allah SWT menerima amal ibadahnya dan memberi kekuatan serta ketabahan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Saya turut berduka cita yang sedalam-dalamnya.
Hormat saya
Serli Napitu
Putri Indonesia di Inggris Raya
Pemerhati Sosial, Pegiat Kemanusiaan
Serli Napitu – Dari Luka Jadi Lagu
*(rtv_ Yustus)