
SULSEL, RESTORASITV.COM – Warga sipil Makassar dan Sulawesi Selatan menuntut DPRD Provinsi dan Kota Makassar agar segera mengambil langkah nyata dalam menjawab krisis kepercayaan publik.
Menurut mereka, DPRD tidak boleh berdiam diri di tengah meningkatnya keresahan masyarakat.
Dian Aditya Ning Lestari pada media ini, Selasa 9 September 2026 menyampaikan bahwa, warga sipil yang menginisiasi tuntutan ini, menegaskan bahwa DPRD harus membuka diri.
“Sudah terlalu lama aspirasi rakyat terputus. Kami meminta DPRD mengadakan forum terbuka minimal satu kali setiap triwulan di tiap kecamatan, dengan risalah forum yang dapat diakses publik,” sebut Dian perempuan yang akrab disapa Diku ini.
Selain itu, Dian menekankan pentingnya investigasi yang transparan.
“Hasil penyelidikan atas peristiwa yang menimbulkan korban di Makassar harus diumumkan secara terbuka maksimal 30 hari agar jelas siapa yang bertanggung jawab,” ucapnya.
Terkait penegakan hukum, Dian menolak adanya standar ganda. “Warga yang melakukan perusakan fasilitas publik memang harus diproses, tetapi aparat yang menggunakan kekerasan berlebihan juga wajib ditindak. Tidak boleh ada impunitas,” tegasnya.
Warga sipil juga menuntut reformasi keamanan publik di Sulawesi Selatan. Menurutnya, aparat harus bekerja dengan prinsip proporsionalitas, de-eskalasi, dan penghormatan HAM.
SOP penggunaan kekuatan harus jelas, dengan pengawasan sipil yang nyata.
DPRD wajib membentuk panitia khusus untuk memastikan hal ini terlaksana dalam waktu 90 hari.
Menurut Dian, DPRD hanya akan semakin kehilangan legitimasi bila tidak segera menindaklanjuti tuntutan ini.
“Kami memberi waktu 14 hari untuk jawaban tertulis dan audiensi terbuka. Bila tidak, DPRD akan semakin jauh dari rakyat yang seharusnya mereka wakili,” jelasnya.
Sementara Andi Nur Fitrah, warga sipil lainnya, menyampaikan harapannya agar suara masyarakat benar-benar direspon oleh para wakil rakyat.
“Berharap suara-suara yang mengudara selama Agustus menuju September ini bukan sekadar teriakan yang tumpah ke jalan, melainkan dapat benar-benar didengar oleh DPR, terkhusus DPRD Sulsel, dan Kota Makassar,” tambahnya.
Harapan kami, masyarakat dapat kembali percaya pada stabilitas dan keberpihakan anggota legislatif pada kepentingan rakyat.
“Tunjukkan sifat amanah anggota DPRD dalam menjalankan tugasnya dengan membuka ruang dialog yang jujur dan berkelanjutan bersama warga. Dengan begitu, Insyaa Allah optimisme terhadap kinerja wakil rakyat dapat ditumbuhkan kembali,” ujarnya.
Sementara itu, Geraldi Nugroho dari Pemuda Katolik Komcab Makassar, menekankan bahwa tuntutan ini lahir dari kebutuhan warga untuk saling menguatkan.
“Saya sebagai warga sipil biasa di Kota Makassar hanya ingin tuntutan warga sipil ini didengar oleh pemangku kebijakan dan wakil kami sebagai anggota DPRD di Kota Makassar maupun di DPRD Provinsi Sulawesi Selatan,” tambahnya.
Ditambahkan pula, jika secara nasional ada tuntutan 17+8 sudah memberikan dampak positif, warga sipil di Kota Makassar menginisiasi tuntutan ini juga karena ingin warga bantu warga, kepentingan untuk semua warga sipil di Kota Makassar Sulawesi Selatan.
“Fokus melihat, mendengar, menjawab bersama solusi masalah di daerah Kota Makassar-Sulawesi Selatan sendiri yang sudah sangat kompleks, serta menganalisis sebab akibat aksi hingga terjadinya pembakaran di gedung DPRD Kota Makassar dan DPRD Provinsi Sulawesi Selatan yang menimbulkan korban luka-luka, kehilangan nyawa, dan kepanikan warga dalam beraktivitas sehari-hari,” jelasnya.
Untuk diketahui ini tuntutan warga sipil yakni, perlindungan korban dan keluarga korban, penyelidikan independen dan transparan, akuntabilitas hukum tanpa psndang bulu serta audit dan publikasi anggaran DPRD.
Juga Forum konsultasi publik yang berkala, perlindungan pekerja informal dan rentan, terakhir reformasi keamanan publik berperspektif HAM.
Dan, kami menegaskan bahwa, DPRD tidak boleh berdiam diri. *(rtv_Megasari/Yustus)