PASANGKAYU, restorasitv.com – Aliansi masyarakat desa Lariang Bersatu, melakukan Audiensi dengan Pjs Bupati Pasangkayu Maddareski Salatin, terkait polemik sengketa lahan antara PT Letawa dengan masyarakat Lariang yang diduga berada diluar HGU.
Pertemuan tersebut berlangsung di ruang rapat kantor bupati Pasangkayu, dihadiri sejumlah Instansi terkait, Kamis, 24 Oktober 2024.
Perwakilan Aliansi masyarakat desa Lariang Bersatu, Akbar menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintah, di antaranya,
1. Meminta pemerintah menolak permohonan PKKPR yang di ajukan PT Letawa sebagai syarat pengurusan HGU baru.
2. Meminta Penegak Hukum dan lembaga berwenang untuk mengusut dugaan penggelapan pajak PT Letawa.
3. Minta kejelasan PT Letawa terkait Pemenuhan plasma 20 persen, dan beberapa Tuntutan Lainnya
“Kami meminta kepada pemerintah agar tidak mengabulkan permohonan HGU baru PT Letawa. Kami juga meminta agar penegak hukum dan lembaga terkait mengusut dugaan penggelapan pajak yang dilakukan PT Letawa. Ini penting karena PT Letawa telah mengambil hasil dari tanah negara dan diduga tidak membayar pajak.” Jelasnya
Sementara itu salah satu tokoh masyarakat lariang yang juga merupakan mantan anggota DPRD Kabupaten Pasangkayu, Yani Pepi Adriani mengatakan, perusahaan perkebunan PT Letawa memiliki gambar situasi khusus bernomor 22 tahun 1994 dengan luas 10.297 hektar.
“Gambar situasi PT di buat sebelum HGU PT Letawa di terbitkan. sehingga, menurut kami ada potensi cacat formal dalam proses ini.” Kata Yani Pepi
Dijelaskan Yani PT Letawa memiliki tiga dasar pelepasan yaitu, Satu pelepasan Ex PT Lariang milik almarhum Tuan Pepi, yang kedua pelepasan PT Letawa dan yang ketiga pelepasan PT Mamuang.
Dasar pelepasan PT Letawa memakai SK pelepasan PT Lariang nomor 722 tahun 1989 dengan luas 2.365 hektar berdasarkan kesepakatan antara PT Letawa dan PT Lariang sesuai akta notaris nomor 78 tahun 1992 yang dilepaskan 2000 hektar dan sisanya tinggal 365 hektar dan sudah ditanami PT Lariang. Dalam perjalanannya PT Letawa di duga menanam di luar HGUnya.
”PT Letawa terindikasi menanam sawit diluar HGU yaitu afdeling Mike, afdeling Lima dan Charlie. Ketiga afdeling ini di luar HGU dan terbukti kemarin pada saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD, ATR/ BPN Pasangkayu sendiri mengakui bahwa itu berada di luar HGU,” jelas Yani.
Ia menyebutkan kurang lebih sekitar 700 hektar tanaman PT Letawa berada diluar HGU kalau berdasarkan peta situasi PT Letawa. Pertanyaannya kata Yani, apakah di luar HGU itu ada kepemilikan masyarakat disitu?
Berdasarkan peta gambar situasi PT Letawa sendiri pada tahun 1994 yang ditandatangani oleh Badan pertanahan Nasional pada waktu itu, ada tulisan penunjuk batas bahwa ada kelompok tani.
Sehingga ia memastikan, jauh sebelum peta HGU itu terbit ada kelompok tani atau masyarakat yang mendiami tempat tersebut. Dan Kelompok tani ini adalah mitra PT graha Lestari pakar mandiri (GLPM).
Pada tahun 1997 ATR/BPN turun lapangan untuk memastikan bahwa tanah tersebut benar berada diluar HGU PT Letawa. Hasilnya, BPN mengeluarkan surat untuk menguatkan kepemilikan kelompok tani yang bermitra dengan PT. GLPM.
Yani, mengingatkan pemerintah daerah Pasangkayu, untuk menolak permintaan PT Letawa terkait permohonan HGU baru, karena berpotensi melanggar hukum.
Merespon aspirasi masyarakat lariang tersebut Pjs. Bupati Pasangkayu Maddareski Salatin, membentuk tim terpadu untuk menyelesaikan polemik Agraria PT Letawa dengan masyarakat Lariang.
“Berikan kami waktu 2 Minggu untuk bekerja, saya meminta Kabak hukum untuk segera membuat SK Tim terpadu yang personilnya melibatkan instansi terkait. Kita bekerja secepat-cepatnya karena hal ini tidak boleh di biarkan berlarut.” kata Maddareski
Ia berjanji akan mengawal Kasus ini sampai ke pusat sehingga ada kejelasan bagi semua pihak (*)
Editor : Yunus Suparlin, S.H.